Bertempat
di Ruang Seminar Gedung Pasca Universitas Muria Kudus (UMK), Kelompok Penulis
Sastra (Keloepas) bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum
(BEM FH) UMK mengadakan bedah buku “Kritik Tanpa Solusi” (KTS) karya M Abdullah
Badri, pada Rabu siang (12/12).
“Kegiatan
ini merupakan kontribusi Keloepas dan BEM FH UMK agar mahasiswa UMK bisa lebih
suka baca buku. Terlebih Buku yang dibedah milik penulis yang pernah belajar di
Kudus,” ujar koordinator Keloepas, Imam Khanafi.
Selain
menghadirkan penulis buku, acara ini juga mengundang M. Widjanarko, dosen Fakultas
Psikologi UMK mahasiswa Program Doktoral Unair Surabaya, sebagai pembedah,
bersama Dr. Suparnyo, ketua Magister Ilmu Hukum UMK.
Dalam
sambutannya, dekan Fakultas Hukum UMK, Ristamadji, mengatakan bahwa bedah buku KTS
bisa mendorong mahasiswa UMK untuk bisa kritis dalam setiap hal. “Buku ini layak
menjadi bahan bacaan mahasiswa, terutama mereka yang suka menulis,” kata Ristamadji.
Menurut
penulis buku, KTS merupakan kumpulan tulisan pribadi sejak masuk kuliah di IAIN
Walisongo Semarang 2006 hingga Agustus 2011. “Ada ribuan tulisan yang ada di
dokumen saya, namun hanya raturan yang bisa saya terbitkan,” ujar Badri.
Badri
juga mengatakan, terbitnya buku ini berawal dari pemikiran untuk mengungkapkan kegelisahan
suatu masalah. “Jadi kita bisa menulis karena kita punya masalah. Atau kita
cari masalah dengan diskusi. Kalau tidak, kumpullah dengan orang-orang yang
bermasalah agar punya gagasan menulis. Saya sampai ke Solo dan Jogja untuk
berdiskusi agar mendapatkan masalah, sehingga saya bisa menulis,” tambahnya.
Widjanarko
menyatakan bahwa tulisan dalam buku ini memang semacam dokumentasi pikiran,
bukan buku ilmiah utuh. “Setiap orang bisa dan sah untuk mengungkapkan
dokumentasi dalam sebuah buku. Hal inilah yang dilakukan Badri dengan bukunya
Kritik Tapa Solusi,” terang Widjanarko.
Suparnyo
juga sependapat dengan Widjanarko. “Meski ada kesalahan teknis redaksional di
sana-sini, namun buku ini tetap menarik untuk dibaca. Sayang buku ini juga
terlalu tebal, jadi kurang menarik bagi mereka yang baru mau belajar menulis,”
terang Suparnyo. (Harun)